Dokumentasi Acara DDS (Didikan Shubuh) Gabungan Kenagarian Maninjau di Bukittinggi berupa penampilan DDS MDA/DTA/Mushalla Air Baru Maninjau (jorong Pasar) dalam melantunkan Asma'ul Husna :
SURAU/MDA/DTA - MTI AIR BARU MANINJAU
Lembaga Pendidikan Murni Ke-Islaman
MDA/DTA - MTI AIR BARU MANINJAU
LOKASI : BANGUNAN MADRASAH, Alamat : Jorong Pasar Maninjau, Jalan H. Udin Rahmani, Gang Air Baru Maninjau, Kode Pos 26471
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 28 November 2012
Bagaimana Cara Kita Menyikapi Sekolah Mengaji Untuk Anak Kita ?
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji syukur hanya untuk Allah swt, shalawat buat Rasulullah saw.
Pernahkah kita merenung, mematut-matut diri seandainya kita tidak pandai shalat ? Tidak hafal bacaan-bacaannya, tak mengerti sama sekali dengan gerakannya ? Lalu sekarang dengan kesadaran penuh kita hanya menuai hasil ternyata kita telah pandai menunaikannya. Siapa yang berperan dalam hal ini ? Siapa yang mengajarkan kita ? Siapa lagi dinataranya kalau bukan guru sekolah mengaji ( tentunya bagi kita yang memang pernah masuk sekolah mengaji ), guru kala dulu kita duduk dibangku pendidikan yang belakangan bernama MDA/DTA. Disana kita belajar tentang bacaan iftitah, al-Fatihah. Masih ingatkah kita gemuruh suara kanak-kanak kita bersama teman-teman yang lain melantunkan bacaan-bacaan hafalan ayat pendek sehingga bacaan itu hari ini menjadi bacaan yang selalu kita baca kala shalat. Ah, sungguh luar biasa dan mengesankan masa-masa itu yang sekarang mungkin kita sulit untuk mengingat keseluruhannya.
Ingatkah kita kala kita dikumpulkan dalam ruangan untuk melaksanakan praktek ibadah langsung secara berjama'ah, diperintah azan yang mungkin kita saling tolak menolak antara yang satu dengan yang lain, atau malah saling berebut . Dibariskan dengan shaf yang rapi oleh guru mengaji kita untuk menunaikan shalat berjama'ah ? Sungguh luar biasa.
Ya, itulah produk sekolah mengaji. Madrasah yang telah terbukti keampuhannnya dalam menanamkan keilmuan bagi kita hingga mampu kita aplikasikan dalam kehidupan. Karena pembelajaran yang kita peroleh sarat dengan apilkasi. Istilah sekarangnya disebut praktek ibadah. Hal tersebut masih di jalankan oleh guru mengaji sekarang. Para anak didik diajarkan shalat bukan sekedar teori, tapi pengaplikasian langsung. Makanya nilai-nilai shalat itu cepat ditangkap, sehingga secara umum tidak ditemukan anak jebolan sekolah mengaji yang tidak pandai shalat.
Sudah sedemikian tingginya manfaat yang kita dapatkan dari sekolah mengaji, dan manfaat itupun kita dapat merasakannya. Tapi entah mengapa, sekolah mengaji tampaknya sama sekali tidak mengalami perubahan ke arah kemajuan yang signifikan, jalan di tempat. Mulai dari perhatian untuk membangunnya secara kontinue menjadi sekolah yang memiliki daya tarik dan mutu yang tinggi, walaupun secara hakikat mutunya tak perlu dipertanyakan. Hingga perhatian untuk memberi dorongan pada anak kemenakan kita agar menjadikan sekolah mengaji sebagai sekolah yang di cintai, termasuk bagaimana cara kita menyikapi posisi sekolah mengaji.
Sederhana contohnya, bandingkan perhatian kita terhadap pendidikan anak kita, antara kebutuhannya di Sekolah Dasar (SD) formal dengan kebutuhannya di sekolah mengaji, bagaimana cara kita memenuhinya. Sekali lagi bandingkan bagaimana cara kita menyikapi, jika terdapat dua kegiatan yang berbenturan antara kebutuhan SD dengan sekolah mengaji, mana yang kita prioritaskan. Sebagai permisalan, sore hari anak kita harus mengaji, eh, tak disangka, datang kebijakan insidentil sekolah dari SD tempat anak kita belajar bahwa mereka harus sekolah sore untuk mengejar ketertinggalan satu minggu. Dalam posisi ini, mana yang kita prioritaskan ? Apakah memerintahkan anak kita untuk hadir pada sekolah sore di SD yang aturannya datang belakangan, lalu dengan santai tanpa beban datang kesekolah mengaji dan minta izin pada guru mengajinya, " Ustadz, anak saya dalam satu minggu ini tidak bisa hadir mengaji, karena ada sekolah sore di SD,". Atau kita datangi guru SD-nya lalu mengatakan, " Maaf buk, kalau sekolah sore nampaknya anak saya tidak bisa ikut, sebab setiap sore mereka belajar mengaji, ". Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Yang jelas, secara kasuistik, yang paling sering ditemukan di lapangan, jika ditemukan ada anak mengaji yang tidak hadir, ketika ditanya oleh guru mengaji mengapa tidak hadir ? Paling-paling jawabannya, ada kegiatan sekolah di SD untuk persiapan acara perpisahanlah, latihan drumben di SD lah, dan segala macam yang intinya sekolah mengaji hanyalah pilihan terakhir jika tidak ada lagi kegiatan. Dengan cara seperti itu lalu kita telah pula merasakan telah mendidik anak menjadi shaleh. Naif.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji syukur hanya untuk Allah swt, shalawat buat Rasulullah saw.
Pernahkah kita merenung, mematut-matut diri seandainya kita tidak pandai shalat ? Tidak hafal bacaan-bacaannya, tak mengerti sama sekali dengan gerakannya ? Lalu sekarang dengan kesadaran penuh kita hanya menuai hasil ternyata kita telah pandai menunaikannya. Siapa yang berperan dalam hal ini ? Siapa yang mengajarkan kita ? Siapa lagi dinataranya kalau bukan guru sekolah mengaji ( tentunya bagi kita yang memang pernah masuk sekolah mengaji ), guru kala dulu kita duduk dibangku pendidikan yang belakangan bernama MDA/DTA. Disana kita belajar tentang bacaan iftitah, al-Fatihah. Masih ingatkah kita gemuruh suara kanak-kanak kita bersama teman-teman yang lain melantunkan bacaan-bacaan hafalan ayat pendek sehingga bacaan itu hari ini menjadi bacaan yang selalu kita baca kala shalat. Ah, sungguh luar biasa dan mengesankan masa-masa itu yang sekarang mungkin kita sulit untuk mengingat keseluruhannya.
Ingatkah kita kala kita dikumpulkan dalam ruangan untuk melaksanakan praktek ibadah langsung secara berjama'ah, diperintah azan yang mungkin kita saling tolak menolak antara yang satu dengan yang lain, atau malah saling berebut . Dibariskan dengan shaf yang rapi oleh guru mengaji kita untuk menunaikan shalat berjama'ah ? Sungguh luar biasa.
Ya, itulah produk sekolah mengaji. Madrasah yang telah terbukti keampuhannnya dalam menanamkan keilmuan bagi kita hingga mampu kita aplikasikan dalam kehidupan. Karena pembelajaran yang kita peroleh sarat dengan apilkasi. Istilah sekarangnya disebut praktek ibadah. Hal tersebut masih di jalankan oleh guru mengaji sekarang. Para anak didik diajarkan shalat bukan sekedar teori, tapi pengaplikasian langsung. Makanya nilai-nilai shalat itu cepat ditangkap, sehingga secara umum tidak ditemukan anak jebolan sekolah mengaji yang tidak pandai shalat.
Sudah sedemikian tingginya manfaat yang kita dapatkan dari sekolah mengaji, dan manfaat itupun kita dapat merasakannya. Tapi entah mengapa, sekolah mengaji tampaknya sama sekali tidak mengalami perubahan ke arah kemajuan yang signifikan, jalan di tempat. Mulai dari perhatian untuk membangunnya secara kontinue menjadi sekolah yang memiliki daya tarik dan mutu yang tinggi, walaupun secara hakikat mutunya tak perlu dipertanyakan. Hingga perhatian untuk memberi dorongan pada anak kemenakan kita agar menjadikan sekolah mengaji sebagai sekolah yang di cintai, termasuk bagaimana cara kita menyikapi posisi sekolah mengaji.
Sederhana contohnya, bandingkan perhatian kita terhadap pendidikan anak kita, antara kebutuhannya di Sekolah Dasar (SD) formal dengan kebutuhannya di sekolah mengaji, bagaimana cara kita memenuhinya. Sekali lagi bandingkan bagaimana cara kita menyikapi, jika terdapat dua kegiatan yang berbenturan antara kebutuhan SD dengan sekolah mengaji, mana yang kita prioritaskan. Sebagai permisalan, sore hari anak kita harus mengaji, eh, tak disangka, datang kebijakan insidentil sekolah dari SD tempat anak kita belajar bahwa mereka harus sekolah sore untuk mengejar ketertinggalan satu minggu. Dalam posisi ini, mana yang kita prioritaskan ? Apakah memerintahkan anak kita untuk hadir pada sekolah sore di SD yang aturannya datang belakangan, lalu dengan santai tanpa beban datang kesekolah mengaji dan minta izin pada guru mengajinya, " Ustadz, anak saya dalam satu minggu ini tidak bisa hadir mengaji, karena ada sekolah sore di SD,". Atau kita datangi guru SD-nya lalu mengatakan, " Maaf buk, kalau sekolah sore nampaknya anak saya tidak bisa ikut, sebab setiap sore mereka belajar mengaji, ". Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Yang jelas, secara kasuistik, yang paling sering ditemukan di lapangan, jika ditemukan ada anak mengaji yang tidak hadir, ketika ditanya oleh guru mengaji mengapa tidak hadir ? Paling-paling jawabannya, ada kegiatan sekolah di SD untuk persiapan acara perpisahanlah, latihan drumben di SD lah, dan segala macam yang intinya sekolah mengaji hanyalah pilihan terakhir jika tidak ada lagi kegiatan. Dengan cara seperti itu lalu kita telah pula merasakan telah mendidik anak menjadi shaleh. Naif.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Minggu, 14 Oktober 2012
Uniknya Guru Mengaji
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi
Wabarakaatuh
Puji syukur kepada Allah swt, Shalawat
buat Rasulullah saw.
Ada hal unik yang saya temukan dalam
sistem pendidikan MDA/DTA. Mengapa saya katakan unik ? Pertama, maaf
sebelumnya, sepanjang yang saya ketahui kebanyakan guru-guru MDA/DTA, saya
lebih senang menyebut mereka ustadz atau ustadzah, sebab mereka layak mendapatkan
penghormatan untuk itu, latar belakang pendidikan mereka rata-rata tamat SLTA bahkan ada yang tamat SD, bukan
berlatar belakang kependidikan, tapi produk yang lahir dari upaya pendidikan
yang mereka terapkan bukan main-main, sembilan puluh sembilan persen
keberhasilannya diakui. Adakah kita temui anak-anak yang tamat mengaji di
MDA/DTA yang masih buta baca al-Quran ? Tidak mengerti tentang shalat ? Tidak
paham dengan ilmu akidah, ibadah dan akhlak ? Jika ada, tidak lebih dari pada kasuistik
yang memang bisa jadi anak tersebut bermasalah. Secara umum anak-anak jebolan
MDA/DTA adalah anak-anak yang telah tertanam jiwa keshalehan pada dirinya,
hanya saja terkadang pengaruh lingkungan atau sesuatu yang mengkontaminasi
mereka dalam perkembangan selanjutnya yang menyebabkab terjadinya stagnasi.
Kita mungking pernah, bahkan sering mendengar ungkapan, “ untung saya dulu ikut
mengaji, jika tidak, mungkin sampai sekarang saya tidak akan pandai shalat
dengan rangkaian bacaannya yang begitu banyak, mungkin saya tidak akan pandai
membaca al-Quran dengan tulisan bahasa Arab yang rumit itu.” Coba kita
bayangkan, jika saat ini, kala kita dewasa belajar shalat, membaca al-Quran,
menghafal doa-doa panjang dan lafaz-lafaz zikir, mungkin kita tidak akan mampu,
tapi guru mengaji itu telah menanamkannya kepada kita secara kontinu sesuai
perjalanan usia kita, sehingga sekarang kita hanya tinggal menikmatinya. Saya
katakan unik, karena sosok guru tersebut bukan berlatar belakang kependidikan,
tapi mengerti tentang konsep pendidikan ala mereka sendiri, dan
keberhasilannya, itulah yang kita saksikan.
Sebagai bahan perbandingan, dalam lembaga
pendidikan formal, dikelola secara professional, dengan tenaga pengajar
guru-guru berlatar belakang belakang pendidikan, sarjana, disuplai pula dengan
segala macam bentuk pendidikan dan latihan bagi guru yang bersangkutan, coba
lihat produk yang mereka hasilkan ? Kita bukan mengecilkan hasil yang dicapai,
tapi kita bisa melihat sendiri, dan mampu menganalisis sendiri, dan
membandingkan produk dari guru-guru mengaji, mana yang lebih membentuk kepribadian dan yang
melekat dalam jiwa anak didik ? Jawabannya kita sudah tahu. Sejauhmana
kemampuan kita menganalisis, sejauh itu pulalah jawban yang dapat kita pahami.
Mereka para guru mengaji itu mungkin tak
pernah diperkenalkan konsep pendidikan berkarakter, mungkin tak pernah
ditunjukkan bagaimana cara mengajar yang baik, menjadi guru yang professional.
Tapi karakter yang mereka munculkan, keprofesionalan yang mereka tunjukkan
muncul secara alami. Rahasianya kalau saya menangkap berada pada sosok guru itu
sendiri, mereka mengajar dan menerapkan konsep pendidikan dengan hati,
kesadaran yang muncul dalam jiwa bahwa mendidik adalah suatu panggilan nurani,
bukan sekedar transfer ilmu. Walau mereka tak mengenal konsep pendidikan para
pakar pendidikan, sesungguhnya apa yang dikeluarkan para pakar itu telah lebih
dulu mereka terapkan, kalaupun ditanyakan kepada mereka apa nama konsep
tersebut, merekapun mungkin tak bisa jawab, tapi mereka telah menerapkannya.
Keunikan yang begitu dahsyat bagi saya. Saya berani menyimpulkan, inilah kunci
keberhasilan mereka para guru mengaji itu. Semoga Allah swt merahmati mereka
dan memberi kebaikan yang banyak.
Kedua, keunikan lain yang saya temukan
dalam pelaksanaan evaluasi, sebagaimana kita ketahui, dalam dunia pendidikan
kita, keberhasilan pendidikan diukur berdasarkan hasil evaluasi, sehingga ada
istilah ujian semester atau ujian akhir, bahkan ujian nasional. Umumnya
pendidikan dinegri kita menerapkan ujian pada anak didik dengan sistem ujian
bersama, artinya soal yang diujikan sama dalam satu kabupaten atau provinsi
untuk seluruh lembaga pendidikan yang sejenjang. Soal tersebut dibuat oleh tim
yang telah ditunjuk, lalu didistribusikan pada seluruh sekolah yang berada
dalam teritorialnya. Untuk MDA/DTA, ini juga sepanjang pengetahuan saya, konsep
itu tidak berlaku, guru yang memberikan pengajaran, guru itu pula yang
mengevaluasi sendiri, juga terlepas dari kasuistik yang mungkin ada MDA/DTA
yang menerapkan konsep evaluasi seperti ujian bersama di atas. Namun saya lebih
cendrung dan bangga dengan konsep para guru MDA/DTA yang menerapkan sistem
ujian yang langsung gurunya melakukan evaluasi. Sederhana cara berfikirnya,
bukankah guru itu yang mengajar, ia yang lebih tahu tentang karakter anak
didik, sehingga mampu merampungkan instrument soal sesuai dengan pemahaman
tentang kemampuan anak didik. Malah suatu hal yang ironi, jika yang mengajar
lain, yang mengevaluasi lain, parahnya lagi, yang menentukan keberhasilan lain
pula. Inilah yang saya maksud konsep guru MDA/DTA ini unik. Saya katakan unik
bukan berarti ganjil, toh penerapan itu sebenarnya lumrah, cuma saya katakan unik,
metode yang mereka terapkan dalam evaluasi dengan cara seperti itu tampaknya
tidak menjadi bahan perhatian dari kalangan pendidikan, mereka masih ngotot
menerapkan konsep ujian bersama yang soalnya dibuat oleh tim, padahal tim itu
sendiri belum tentu memahami seluruh karakter anak didik yang akan mendapatkan
soal ujian, bukankah tim itu hanya beberapa orang, bukan keseluruhan guru yang
terlibat dalam pembelajaran. Mungkin ada yang komentar, tim berbuat kan
berdasarkan standar kurikulum, secara otomatis materi yang diujikan telah
dipelajari anak didik. ? Tak semudah itu masalahnya, jika hanya untuk
penguasaan materi secara kognitif, bisa jadi, tapi ini pendidikan, bukankah
pendidikan itu mengarah pada pembentukan karakter yang selalu didengung-dengungkan
? Apakah selesai urusan karakter hanya dengan pencapaian kognitif ? Tanpa
kemampuan mengukur apa yang dibutuhkan dan sesuai dengan karakter anak didik ?
Ketahuilah, karakter anak didik hanya guru yang bersangkutan yang lebih tahu,
maka mereka yang layak menguji anak didik. Berpolemik dalam masalah ini hanya
akan melelahkan, maka saya kunci saja, saya katakana unik metode evaluasi guru
MDA/DTA ini karena memang telah terbukti keampuhannya.
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi
Wabarakaatuh
Sabtu, 13 Oktober 2012
Kondisi Sekolah Mengaji, Sampai Kapan ?
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji syukur kepada Allah swt, Shalawat buat Rasulullah saw.
Selaku orang Minangkabau, kita sering
berbangga-bangga dengan pendidikan ala surau, kita ceritakan terhadap anak cucu
kita, bagaimana lembaga pendidikan surau
masa dahulunya mampu melahirkan orang-orang besar, pendidikan surau yang tidak
terikat dengan kurikulum formal, tapi mampu membentuk karakter kejiwaan. Dari sana
lahir masyarakat Minangkabau yang jauh dari buta baca al-Quran, bahkan mereka
bukan hanya pandai baca al-Quran, kitab kuning sebagai kitab klasik yang tidak
berbaris itu, dapat dipahami walaupun ia bukan seorang ulama. Atinya pemahaman
beragama orang Minangkabau bukan hanya dikuasai oleh ulama saja, namun jauh pada
elemen masyarakat yang dikatakan awam sekalipun. Bisa jadi, ada orang
Minangkabau dahulu yang tidak pandai membaca tulisan latin, tapi mereka fasih
dalam melantunkan ayat suci al-Quran.
Siapa yang berperan penting dalam proses
pembelajaran tersebut ? Kita menyebutnya Buya. Sosok yang keberadaannya menjadi
panutan, tempat bertanya perihal syara’ dan penyuluh kala kegelapan. Mereka
sosok guru yang mengabdikan diri untuk membina agama di Surau. Orang-orang yang
belajar kepada Buya tak perlu bingung memikirkan bagaimana biaya pendidikan untuk
membayar Buya, cukup memberikan beras ala kadarnya. Satu hal, sang Buya
bukanlah menggantungkan hidupnya dengan biaya pendidikan yang diberikan para
penuntut ilmu Sosok Buya memiliki mata pencaharian sendiri yang dapat menopang
hidup. Pengajaran yang mereka tunaikan di Surau tak lebih dari pada upaya
membangun jiwa umat agar hidup beragama. Rangkaian itu membuat proses
pendidikan tidak diribetkan dengan urusan masalah biaya, sehingga pendidikan
berjalan penuh keikhlasan dan ketawadhu’an.
Demikianlah cerita-cerita tentang
hebatnya surau di Minangkabau masa lalu.
Seiring
perputaran waktu dan berubahnya zaman, pendidikan surau mulai beralih. Konsep
pelaksanaan pendidikan dilembagakan dengan merujuk sistem modren. Para penunut
ilmu tidak lagi belajar dengan cara halaqah, tapi dalam bangunan permanen yang
dikotak-kotakkan menurut lokal sesuai dengan tingkat usia. Bahkan diprogram dengan kurikulum dengan
tenaga pengajar yang memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing. Biaya
pendidikanpun ditentukan.
Tak ada yang salah dalam sebuah perubahan
asal disikapi dengan cara yang bijak. Namun
jika ditilik secara seksama, dan itu jika kita bersedia sedikit
merenung, pengaruh pendidikan surau yang menitik beratkan murni pendidikan
keagamaan sudah tampak mulai pudar. Kegemaran sebagian umat hari ini lebih mengedepankan pendidikan
keduniaan dan mulai melupakan pendidikan agama mereka. Mereka tetap mengaku
sebagai muslim, namun kemusliman mereka hanya sebatas cukup tahu tanpa bersedia
mendalami dan menguasainya secara mendalam. Lihatlah perhatian terhadap lembaga
pendidikan agama, lembaga pendidikan agama lebih berada pada posisi nomor
sekian. Sementara lembaga pendidikan lain yang tidak memprioritaskan pendidikan
agama menjadi incaran. Orang tua lebih cendrung mensuplai biaya pendidikan
anaknya dengan biaya yang tak tanggung-tanggung untuk pendidikan keduniaan
mereka. Tapi untuk pendidikan agama anak mereka, kalaupun masih dibiayai hanya
ala kadar belaka.
Lihat saja sebuah lembaga pendidikan yang
sekarang tampak masih mempertahankan aroma surau walaupun terdapat beberapa perubahan, yakni Madrasah Diniyah
Awwaliyah ( MDA ) atau DTA, lembaga pendidikan tingkat awal setingkat SD yang
murni mengajarkan nilai-nilai agama, disana anak-anak kita diajarkan membaca
al-Quran, dari tidak mengenal huruf
hingga mampu membaca al-Quran secara fasih, mereka diperkenalka
dasar-dasar keagamaan ibadah, tata cara shalat dan bacaannya, lafaz-lafaz
zikir, doa-doa, tata cara penyelenggaraan jenazah hingga menguasai bacaannya,
menghafal ayat-ayat pendek yang berperan besar untuk diamalkan dalam shalat,
hingga hukum-hukum syara’ dan akhlakul karimah. Pertanyaannya, adakah lembaga
pendidikan tersebut mendapat perhatian serius ? Tak usahlah disebutkan terlalu
panjang lebar tentang perihnya kondisi lembaga pendidikan ini. Cukup beberapa
hal sebagai bahan renungan, bahwa kita mungkin tak pernah peduli bagaimana
lembaga pendidikan tersebut dibangun secara terseok-seok, hasil infak beberapa
orang yang masih memiliki nurani tentang pentingnya pendidikan agama, dan upaya
orang-orang yang merasa prihatin akan keberlangsungan pendidikan tersebut.
Jangan menyangka orang yang berupaya membangun madrasah ini adalah orang-orang
yang memiliki kecukupan hidup sehingga mereka mampu menyuplai dana pendidikan
dengan harta sendiri. Tapi mereka menapak jenjang rumah orang, masuk kantor keluar
kantor meminta sumbangan, sedikitpun mereka tidak mendapat bagian dari usaha
mereka, hanya saja semoga keikhlasan mereka itu dibalas dengan kebaikan yang
banyak disisi Allah swt. Ironisnya, upaya membangun pendidikan agama yang
berada pada titik nadir ini, mendapat cemooh pula dari beberapa kalangan yang
menganggap rendah upaya tersebut dengan anggapan perbuatan tersebut
meminta-minta yang memalukan. Sementara mereka yang mencomooh itu, adakah
solusi yang diberikan ?
Belum lagi keperihan yang sulit
diungkapkan tentang kondisi guru yang mengajar pada lembaga pendidikan ini, dengan gaji yang tak
layak disebut gaji, beberapa ratus ribu rupiah untuk sebulan, dengan jam
mengajar yang cukup padat, tiap hari dalam satu minggu, mereka rata-rata berada
pada kalangan orang papa dan janda-janda, tapi karena semangat dan keinginan
yang kuat untuk membangun generasi sehingga masih mampu bertahan dengan segala
keperihan tersebut. Pernahkah kita mendengar mereka menuntut banyak pada pemerintah
? Berdemo ? Atau meminta lebih pada wali murid ? Kesediaan orang tua untuk
memasukkan anaknya pada lembaga pendidikan agama ( belajar mengaji ) saja sudah
merupakan anugrah luar biasa.
Ini hanya sekelumit tentang kondisi lembaga
pendidikan Islam di Minangkabau yang masih mempertahankan nilai-nilai
pendidikan surau walaupun bentuk kelembagaannya tidak lagi persis seperti
surau. Namun substansi pendidikannya masih memperjuangkan materi-materi
pendidikan surau secara umum, yakni murni belajar agama dan pembinaan mental.
Jika berbicara hasil, bagaimana hasil
yang ditelurkan lembaga ini, cukup lihat saja di lapangan, adakah kita temukan
anak-anak yang mengecap pendidikan di lembaga ini yang tidak pandai mengaji ?
Tidak pandai shalat dan tidak mengerti bacaan shalat ? Tidak hafal lafaz-lafaz
zikir dan doa ? Bahkan sekolah lanjutan, seperti SLTP hanya menerima barang
jadi saja tentang jiwa keberagamaan anak didik. Tak terbayangkan betapa
sulitnya guru SLTP mengajar pendidikan agama pada anak didik jika mereka tidak
mengecap pendidikan di MDA/DTA. Sebab kurikulumnya bukan lagi merangkai huruf
dan memperkenalkan bacaan, tapi mengarah pada pemahaman dan upaya pendalaman
materi. Sehingga jangan heran kalau ditemukan di lapangan, guru SLTP marah pada
muridnya, “ Mambaco al-Quran sajo ndak pandai, ndak masuak mangaji dulu ? ”
Sekelumit deskripsi tersebut kiranya
menjadi bahan renungan bagi kita, yang selama ini sering kita temukan bagaimana
upaya orang yang peduli akan pendidikan, berbagai macam beasiswa dan bantuan
dengan jumlah besar mereka keluarkan untuk peningkatan pendidikan, tapi secara
umum upaya tersebut berorientasi pada lembaga pendidikan formal yang bersifat
umum. Untuk sekolah mengaji ( MDA/DTA ) nampaknya belum menjadi perhatian
serius. Kondisi lembaga yang memprihatinkan, terutama sekali kondisi guru yang
jauh dari perhatian. Ketahuilah … jika urusan agama telah dianggap remeh dan
mulai dilupakan. Tidakkah kita takut akan langkanya ulama dimasa yang akan
datang di wilayah yang bangga dengan falsafah “ Adat Basandi Syara’, Syara’
Basandi Kitabullah ” ini ?
Hal ini bukan berarti mengeluhkan
keadaan, namun lebih kepada untuk menggugah nurani kita agar mampu melihat
lebih tajam, menyaksikan dengan mata hati, tentang sesuatu yang sangat krusial
tapi luput dalam pandangan kita. Tentang kelangsungan agama yang kita anut.
Wallahu A’lam.
Assalaamu'alaikum Warahmaullaahi Wabarakaatuh
Selasa, 17 Juli 2012
Surau/MDA/DTA/-MTI Air Baru Maninjau Gelar Tabligh seputar Isra' Mi'raj dan Persiapan Menghadapi Bulan Ramadhan
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji syukur milik Allah swt., shalawat buat Rasulullah saw.
Peristiwa Isra' Mi'raj merupakan peristiwa luar biasa yang terjadi dalam sejarah peradaban umat manusia. Hanya jiwa-jiwa yang tertanam aqidah kuat yang mampu menyelami dalamnya samudra kebenaran dalam peristiwa ini. Sebagaimana Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a memaknainya. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang kapan peristiwa Isra' Mi'raj terjadi, yang terpenting bagaimana kita selaku umat Rasulullah saw mampu mengambil Ibrah dengan menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tentunya mengambil Ibrah tidak harus dilakukan berhubungan erat dengan kapan terjadinya Isra' Mi'raj, tapi kapan saja dapat dilakukan, karena Ibrah berkaitan erat dengan amalan. Artinya, yang paling penting dalam memahani Ibrah dari peristiwa Isra' Mi'raj adalah bagaiman kita mampu mengamalkan nilai-nilai Ibrah tersebut sepanjang hidup kita.
Untuk itulah, Surau/MDA/DTA-MTI Air Baru Maninjau menggelar tabligh, menyelami Ibrah Isra' Mi'raj dengan mendatangkan seorang Mubaligh yakni Ustadz Idris, dari Kenagariann Sungai Batang sebagai nara sumber ( penceramah ). Dilaksanakan pada tanggal 25 Sya'ban 1433 H, berdekatan dengan bulan Ramadhan, dengan harapan kegiatan ini sekaligus juga sebagai momentum untuk pembekalan dalam menghadapi bulan Ramadhan.
Alhamdulillaah, kegiatan ini dihadiri banyak jama'ah, baik dari kalangan wali murid peserta didik, maupun masyarakat umum lainnya, termasuk dihadiri peserta didik Surau/MDA/DTA-MTI Air Baru Maninjau, yang mana diantara mereka menghiasi acara dengan menampilkan kasidah, hafalan ayat, dan kemampuan lainnya yang berkaitan erat dengan syi'ar Islam.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Jumat, 29 Juni 2012
Muhadharah, Implementasi Ruh Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
Assalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Puji syukur kepada Allah SWT, shalawat teruntuk Rasulullah SAW.
Salah satu program peningkatan mutu pendidikan MDA/DTA - MTI Air Baru Maninjau adalah Muhadharah, yakni latihan bagi siswa untuk pemantapam materi pembelajaran yang telah diperoleh dengan cara menghafal, menguasai lalu disampaikan pada khalayak. Berbagai cara yang dapat mereka lakukan, seperti melafazkan hafalan ayat, berpidato, dan lain sebagainya.
Upaya ini dalam rangka penanaman nilai-nilai materi yang telah mereka pelajari agar dapat disampaikan kepada orang lain dalam rangka "watashawbil haq, watawa shawbishshabr ", nasehat menasehati dalam kebenaran, nasehat menasehati dalam kesabaran, merupakan implementasi dari ruh amar ma'ruf nahi mungkar. Karena hakikat ilmu bukan hanya untuk diri sendiri, tapi hendaknya mengejewantah kepada orang lain.
Usia dasar, tingkat MDA/DTA merupakan usia yang sangat potensial untuk membangun karakter pembiasaan berdakwah, karena usia tersebut merupakan usia yang mana peserta didik memiliki semangat dan jiwa yang kuat untuk menyerap dan melakukan sesuatu sesuai dengan tindakan yang telah digariskan, Syaratnya mereka mendapat kontrol dan selalu dibimbing, sebab pada dasarnya mereka akan melakukan apa saja sesuai dengan petunjuk.
Maka peran guru disini sangat dominan, bagaimana guru mampu melakukan bimbingan pengajaran, melatih, termasuk memberikan keteladanan.
Syukran untuk guru MDA/DTA - MTI Air Baru Maninjau, semoga ilmu yang bermanfaat yang engkau salurkan, menjadi amal yang tidak terputus pahalanya walau engkau telah dikandung tanah. Amiin.
Assalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Puji syukur kepada Allah SWT, shalawat teruntuk Rasulullah SAW.
Salah satu program peningkatan mutu pendidikan MDA/DTA - MTI Air Baru Maninjau adalah Muhadharah, yakni latihan bagi siswa untuk pemantapam materi pembelajaran yang telah diperoleh dengan cara menghafal, menguasai lalu disampaikan pada khalayak. Berbagai cara yang dapat mereka lakukan, seperti melafazkan hafalan ayat, berpidato, dan lain sebagainya.
Upaya ini dalam rangka penanaman nilai-nilai materi yang telah mereka pelajari agar dapat disampaikan kepada orang lain dalam rangka "watashawbil haq, watawa shawbishshabr ", nasehat menasehati dalam kebenaran, nasehat menasehati dalam kesabaran, merupakan implementasi dari ruh amar ma'ruf nahi mungkar. Karena hakikat ilmu bukan hanya untuk diri sendiri, tapi hendaknya mengejewantah kepada orang lain.
Usia dasar, tingkat MDA/DTA merupakan usia yang sangat potensial untuk membangun karakter pembiasaan berdakwah, karena usia tersebut merupakan usia yang mana peserta didik memiliki semangat dan jiwa yang kuat untuk menyerap dan melakukan sesuatu sesuai dengan tindakan yang telah digariskan, Syaratnya mereka mendapat kontrol dan selalu dibimbing, sebab pada dasarnya mereka akan melakukan apa saja sesuai dengan petunjuk.
Maka peran guru disini sangat dominan, bagaimana guru mampu melakukan bimbingan pengajaran, melatih, termasuk memberikan keteladanan.
Syukran untuk guru MDA/DTA - MTI Air Baru Maninjau, semoga ilmu yang bermanfaat yang engkau salurkan, menjadi amal yang tidak terputus pahalanya walau engkau telah dikandung tanah. Amiin.
Assalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Langganan:
Postingan (Atom)