Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi
Wabarakaatuh
Puji syukur kepada Allah swt, Shalawat
buat Rasulullah saw.
Ada hal unik yang saya temukan dalam
sistem pendidikan MDA/DTA. Mengapa saya katakan unik ? Pertama, maaf
sebelumnya, sepanjang yang saya ketahui kebanyakan guru-guru MDA/DTA, saya
lebih senang menyebut mereka ustadz atau ustadzah, sebab mereka layak mendapatkan
penghormatan untuk itu, latar belakang pendidikan mereka rata-rata tamat SLTA bahkan ada yang tamat SD, bukan
berlatar belakang kependidikan, tapi produk yang lahir dari upaya pendidikan
yang mereka terapkan bukan main-main, sembilan puluh sembilan persen
keberhasilannya diakui. Adakah kita temui anak-anak yang tamat mengaji di
MDA/DTA yang masih buta baca al-Quran ? Tidak mengerti tentang shalat ? Tidak
paham dengan ilmu akidah, ibadah dan akhlak ? Jika ada, tidak lebih dari pada kasuistik
yang memang bisa jadi anak tersebut bermasalah. Secara umum anak-anak jebolan
MDA/DTA adalah anak-anak yang telah tertanam jiwa keshalehan pada dirinya,
hanya saja terkadang pengaruh lingkungan atau sesuatu yang mengkontaminasi
mereka dalam perkembangan selanjutnya yang menyebabkab terjadinya stagnasi.
Kita mungking pernah, bahkan sering mendengar ungkapan, “ untung saya dulu ikut
mengaji, jika tidak, mungkin sampai sekarang saya tidak akan pandai shalat
dengan rangkaian bacaannya yang begitu banyak, mungkin saya tidak akan pandai
membaca al-Quran dengan tulisan bahasa Arab yang rumit itu.” Coba kita
bayangkan, jika saat ini, kala kita dewasa belajar shalat, membaca al-Quran,
menghafal doa-doa panjang dan lafaz-lafaz zikir, mungkin kita tidak akan mampu,
tapi guru mengaji itu telah menanamkannya kepada kita secara kontinu sesuai
perjalanan usia kita, sehingga sekarang kita hanya tinggal menikmatinya. Saya
katakan unik, karena sosok guru tersebut bukan berlatar belakang kependidikan,
tapi mengerti tentang konsep pendidikan ala mereka sendiri, dan
keberhasilannya, itulah yang kita saksikan.
Sebagai bahan perbandingan, dalam lembaga
pendidikan formal, dikelola secara professional, dengan tenaga pengajar
guru-guru berlatar belakang belakang pendidikan, sarjana, disuplai pula dengan
segala macam bentuk pendidikan dan latihan bagi guru yang bersangkutan, coba
lihat produk yang mereka hasilkan ? Kita bukan mengecilkan hasil yang dicapai,
tapi kita bisa melihat sendiri, dan mampu menganalisis sendiri, dan
membandingkan produk dari guru-guru mengaji, mana yang lebih membentuk kepribadian dan yang
melekat dalam jiwa anak didik ? Jawabannya kita sudah tahu. Sejauhmana
kemampuan kita menganalisis, sejauh itu pulalah jawban yang dapat kita pahami.
Mereka para guru mengaji itu mungkin tak
pernah diperkenalkan konsep pendidikan berkarakter, mungkin tak pernah
ditunjukkan bagaimana cara mengajar yang baik, menjadi guru yang professional.
Tapi karakter yang mereka munculkan, keprofesionalan yang mereka tunjukkan
muncul secara alami. Rahasianya kalau saya menangkap berada pada sosok guru itu
sendiri, mereka mengajar dan menerapkan konsep pendidikan dengan hati,
kesadaran yang muncul dalam jiwa bahwa mendidik adalah suatu panggilan nurani,
bukan sekedar transfer ilmu. Walau mereka tak mengenal konsep pendidikan para
pakar pendidikan, sesungguhnya apa yang dikeluarkan para pakar itu telah lebih
dulu mereka terapkan, kalaupun ditanyakan kepada mereka apa nama konsep
tersebut, merekapun mungkin tak bisa jawab, tapi mereka telah menerapkannya.
Keunikan yang begitu dahsyat bagi saya. Saya berani menyimpulkan, inilah kunci
keberhasilan mereka para guru mengaji itu. Semoga Allah swt merahmati mereka
dan memberi kebaikan yang banyak.
Kedua, keunikan lain yang saya temukan
dalam pelaksanaan evaluasi, sebagaimana kita ketahui, dalam dunia pendidikan
kita, keberhasilan pendidikan diukur berdasarkan hasil evaluasi, sehingga ada
istilah ujian semester atau ujian akhir, bahkan ujian nasional. Umumnya
pendidikan dinegri kita menerapkan ujian pada anak didik dengan sistem ujian
bersama, artinya soal yang diujikan sama dalam satu kabupaten atau provinsi
untuk seluruh lembaga pendidikan yang sejenjang. Soal tersebut dibuat oleh tim
yang telah ditunjuk, lalu didistribusikan pada seluruh sekolah yang berada
dalam teritorialnya. Untuk MDA/DTA, ini juga sepanjang pengetahuan saya, konsep
itu tidak berlaku, guru yang memberikan pengajaran, guru itu pula yang
mengevaluasi sendiri, juga terlepas dari kasuistik yang mungkin ada MDA/DTA
yang menerapkan konsep evaluasi seperti ujian bersama di atas. Namun saya lebih
cendrung dan bangga dengan konsep para guru MDA/DTA yang menerapkan sistem
ujian yang langsung gurunya melakukan evaluasi. Sederhana cara berfikirnya,
bukankah guru itu yang mengajar, ia yang lebih tahu tentang karakter anak
didik, sehingga mampu merampungkan instrument soal sesuai dengan pemahaman
tentang kemampuan anak didik. Malah suatu hal yang ironi, jika yang mengajar
lain, yang mengevaluasi lain, parahnya lagi, yang menentukan keberhasilan lain
pula. Inilah yang saya maksud konsep guru MDA/DTA ini unik. Saya katakan unik
bukan berarti ganjil, toh penerapan itu sebenarnya lumrah, cuma saya katakan unik,
metode yang mereka terapkan dalam evaluasi dengan cara seperti itu tampaknya
tidak menjadi bahan perhatian dari kalangan pendidikan, mereka masih ngotot
menerapkan konsep ujian bersama yang soalnya dibuat oleh tim, padahal tim itu
sendiri belum tentu memahami seluruh karakter anak didik yang akan mendapatkan
soal ujian, bukankah tim itu hanya beberapa orang, bukan keseluruhan guru yang
terlibat dalam pembelajaran. Mungkin ada yang komentar, tim berbuat kan
berdasarkan standar kurikulum, secara otomatis materi yang diujikan telah
dipelajari anak didik. ? Tak semudah itu masalahnya, jika hanya untuk
penguasaan materi secara kognitif, bisa jadi, tapi ini pendidikan, bukankah
pendidikan itu mengarah pada pembentukan karakter yang selalu didengung-dengungkan
? Apakah selesai urusan karakter hanya dengan pencapaian kognitif ? Tanpa
kemampuan mengukur apa yang dibutuhkan dan sesuai dengan karakter anak didik ?
Ketahuilah, karakter anak didik hanya guru yang bersangkutan yang lebih tahu,
maka mereka yang layak menguji anak didik. Berpolemik dalam masalah ini hanya
akan melelahkan, maka saya kunci saja, saya katakana unik metode evaluasi guru
MDA/DTA ini karena memang telah terbukti keampuhannya.
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi
Wabarakaatuh