MDA/DTA - MTI AIR BARU MANINJAU

MDA/DTA - MTI AIR BARU MANINJAU
LOKASI : BANGUNAN MADRASAH, Alamat : Jorong Pasar Maninjau, Jalan H. Udin Rahmani, Gang Air Baru Maninjau, Kode Pos 26471

Sabtu, 13 Oktober 2012

Kondisi Sekolah Mengaji, Sampai Kapan ?


Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Puji syukur kepada Allah swt, Shalawat buat Rasulullah saw.

Selaku orang Minangkabau, kita sering berbangga-bangga dengan pendidikan ala surau, kita ceritakan terhadap anak cucu kita,  bagaimana lembaga pendidikan surau masa dahulunya mampu melahirkan orang-orang besar, pendidikan surau yang tidak terikat dengan kurikulum formal, tapi mampu membentuk karakter kejiwaan. Dari sana lahir masyarakat Minangkabau yang jauh dari buta baca al-Quran, bahkan mereka bukan hanya pandai baca al-Quran, kitab kuning sebagai kitab klasik yang tidak berbaris itu, dapat dipahami walaupun ia bukan seorang ulama. Atinya pemahaman beragama orang Minangkabau bukan hanya dikuasai oleh ulama saja, namun jauh pada elemen masyarakat yang dikatakan awam sekalipun. Bisa jadi, ada orang Minangkabau dahulu yang tidak pandai membaca tulisan latin, tapi mereka fasih dalam melantunkan ayat suci al-Quran.

Siapa yang berperan penting dalam proses pembelajaran tersebut ? Kita menyebutnya Buya. Sosok yang keberadaannya menjadi panutan, tempat bertanya perihal syara’ dan penyuluh kala kegelapan. Mereka sosok guru yang mengabdikan diri untuk membina agama di Surau. Orang-orang yang belajar kepada Buya tak perlu bingung memikirkan bagaimana biaya pendidikan untuk membayar Buya, cukup memberikan beras ala kadarnya. Satu hal, sang Buya bukanlah menggantungkan hidupnya dengan biaya pendidikan yang diberikan para penuntut ilmu Sosok Buya memiliki mata pencaharian sendiri yang dapat menopang hidup. Pengajaran yang mereka tunaikan di Surau tak lebih dari pada upaya membangun jiwa umat agar hidup beragama. Rangkaian itu membuat proses pendidikan tidak diribetkan dengan urusan masalah biaya, sehingga pendidikan berjalan penuh keikhlasan dan ketawadhu’an.  

Demikianlah cerita-cerita tentang hebatnya surau di Minangkabau masa lalu.

 Seiring perputaran waktu dan berubahnya zaman, pendidikan surau mulai beralih. Konsep pelaksanaan pendidikan dilembagakan dengan merujuk sistem modren. Para penunut ilmu tidak lagi belajar dengan cara halaqah, tapi dalam bangunan permanen yang dikotak-kotakkan menurut lokal sesuai dengan tingkat usia.  Bahkan diprogram dengan kurikulum dengan tenaga pengajar yang memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing. Biaya pendidikanpun ditentukan.

Tak ada yang salah dalam sebuah perubahan asal disikapi dengan cara yang bijak. Namun  jika ditilik secara seksama, dan itu jika kita bersedia sedikit merenung, pengaruh pendidikan surau yang menitik beratkan murni pendidikan keagamaan sudah tampak mulai pudar. Kegemaran sebagian  umat hari ini lebih mengedepankan pendidikan keduniaan dan mulai melupakan pendidikan agama mereka. Mereka tetap mengaku sebagai muslim, namun kemusliman mereka hanya sebatas cukup tahu tanpa bersedia mendalami dan menguasainya secara mendalam. Lihatlah perhatian terhadap lembaga pendidikan agama, lembaga pendidikan agama lebih berada pada posisi nomor sekian. Sementara lembaga pendidikan lain yang tidak memprioritaskan pendidikan agama menjadi incaran. Orang tua lebih cendrung mensuplai biaya pendidikan anaknya dengan biaya yang tak tanggung-tanggung untuk pendidikan keduniaan mereka. Tapi untuk pendidikan agama anak mereka, kalaupun masih dibiayai hanya ala kadar belaka.
Lihat saja sebuah lembaga pendidikan yang sekarang tampak masih mempertahankan aroma surau walaupun terdapat  beberapa perubahan, yakni Madrasah Diniyah Awwaliyah ( MDA ) atau DTA, lembaga pendidikan tingkat awal setingkat SD yang murni mengajarkan nilai-nilai agama, disana anak-anak kita diajarkan membaca al-Quran, dari tidak mengenal huruf  hingga mampu membaca al-Quran secara fasih, mereka diperkenalka dasar-dasar keagamaan ibadah, tata cara shalat dan bacaannya, lafaz-lafaz zikir, doa-doa, tata cara penyelenggaraan jenazah hingga menguasai bacaannya, menghafal ayat-ayat pendek yang berperan besar untuk diamalkan dalam shalat, hingga hukum-hukum syara’ dan akhlakul karimah. Pertanyaannya, adakah lembaga pendidikan tersebut mendapat perhatian serius ? Tak usahlah disebutkan terlalu panjang lebar tentang perihnya kondisi lembaga pendidikan ini. Cukup beberapa hal sebagai bahan renungan, bahwa kita mungkin tak pernah peduli bagaimana lembaga pendidikan tersebut dibangun secara terseok-seok, hasil infak beberapa orang yang masih memiliki nurani tentang pentingnya pendidikan agama, dan upaya orang-orang yang merasa prihatin akan keberlangsungan pendidikan tersebut. Jangan menyangka orang yang berupaya membangun madrasah ini adalah orang-orang yang memiliki kecukupan hidup sehingga mereka mampu menyuplai dana pendidikan dengan harta sendiri. Tapi mereka menapak jenjang rumah orang, masuk kantor keluar kantor meminta sumbangan, sedikitpun mereka tidak mendapat bagian dari usaha mereka, hanya saja semoga keikhlasan mereka itu dibalas dengan kebaikan yang banyak disisi Allah swt. Ironisnya, upaya membangun pendidikan agama yang berada pada titik nadir ini, mendapat cemooh pula dari beberapa kalangan yang menganggap rendah upaya tersebut dengan anggapan perbuatan tersebut meminta-minta yang memalukan. Sementara mereka yang mencomooh itu, adakah solusi yang diberikan ?

Belum lagi keperihan yang sulit diungkapkan tentang kondisi guru yang mengajar pada  lembaga pendidikan ini, dengan gaji yang tak layak disebut gaji, beberapa ratus ribu rupiah untuk sebulan, dengan jam mengajar yang cukup padat, tiap hari dalam satu minggu, mereka rata-rata berada pada kalangan orang papa dan janda-janda, tapi karena semangat dan keinginan yang kuat untuk membangun generasi sehingga masih mampu bertahan dengan segala keperihan tersebut. Pernahkah kita mendengar mereka menuntut banyak pada pemerintah ? Berdemo ? Atau meminta lebih pada wali murid ? Kesediaan orang tua untuk memasukkan anaknya pada lembaga pendidikan agama ( belajar mengaji ) saja sudah merupakan anugrah luar biasa.
Ini hanya sekelumit tentang kondisi lembaga pendidikan Islam di Minangkabau yang masih mempertahankan nilai-nilai pendidikan surau walaupun bentuk kelembagaannya tidak lagi persis seperti surau. Namun substansi pendidikannya masih memperjuangkan materi-materi pendidikan surau secara umum, yakni murni belajar agama dan pembinaan mental.

Jika berbicara hasil, bagaimana hasil yang ditelurkan lembaga ini, cukup lihat saja di lapangan, adakah kita temukan anak-anak yang mengecap pendidikan di lembaga ini yang tidak pandai mengaji ? Tidak pandai shalat dan tidak mengerti bacaan shalat ? Tidak hafal lafaz-lafaz zikir dan doa ? Bahkan sekolah lanjutan, seperti SLTP hanya menerima barang jadi saja tentang jiwa keberagamaan anak didik. Tak terbayangkan betapa sulitnya guru SLTP mengajar pendidikan agama pada anak didik jika mereka tidak mengecap pendidikan di MDA/DTA. Sebab kurikulumnya bukan lagi merangkai huruf dan memperkenalkan bacaan, tapi mengarah pada pemahaman dan upaya pendalaman materi. Sehingga jangan heran kalau ditemukan di lapangan, guru SLTP marah pada muridnya, “ Mambaco al-Quran sajo ndak pandai, ndak masuak mangaji dulu ? ”

Sekelumit deskripsi tersebut kiranya menjadi bahan renungan bagi kita, yang selama ini sering kita temukan bagaimana upaya orang yang peduli akan pendidikan, berbagai macam beasiswa dan bantuan dengan jumlah besar mereka keluarkan untuk peningkatan pendidikan, tapi secara umum upaya tersebut berorientasi pada lembaga pendidikan formal yang bersifat umum. Untuk sekolah mengaji ( MDA/DTA ) nampaknya belum menjadi perhatian serius. Kondisi lembaga yang memprihatinkan, terutama sekali kondisi guru yang jauh dari perhatian. Ketahuilah … jika urusan agama telah dianggap remeh dan mulai dilupakan. Tidakkah kita takut akan langkanya ulama dimasa yang akan datang di wilayah yang bangga dengan falsafah “ Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah ” ini ?

Hal ini bukan berarti mengeluhkan keadaan, namun lebih kepada untuk menggugah nurani kita agar mampu melihat lebih tajam, menyaksikan dengan mata hati, tentang sesuatu yang sangat krusial tapi luput dalam pandangan kita. Tentang kelangsungan agama yang kita anut. Wallahu A’lam.

Assalaamu'alaikum Warahmaullaahi Wabarakaatuh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar